Komunike PIF ke-48: isu HAM Papua sentral dalam hubungan dengan Indonesia
Menteri Luar Negeri Kepulauan Solomon, Milner Tozaka di Fiji, hadiri pra pertemuan Pemimpin PIF Agustus lalu – solomonstarnews.com |
Honiara, Jubi – Kepulauan Solomon berhasil mendorong
suatu agenda baru untuk selalu menyertakan isu hak azasi manusia dalam
persetujuan apapun yang ditandatangani oleh negeri-negeri Kepulauan
Pasifik dengan Indonesia selama pertemuan Para Pemimpin Forum Kepulauan
Pasifik baru-baru ini.
Menteri Urusan Luar Negeri dan Perdagangan Asing, Milner Tozaka,
seperti dilansir Pacific Media Centre, Selasa (12/9) telah mendorong
agenda tersebut dan didukung oleh Vanuatu dan Tonga saat Pertemuan Forum
Para Pemimpin PIF di Apia, Samoa.
Sebelumnya, persetujuan bilateral antara Indonesia dengan
negeri-negeri Pasifik hanya mengakui hubungan-hubungan dagang, namun
sekarang hak azasi manusia akan disertakan dalam setiap hubungan
negara-negara Pasifik tersebut dengan Indonesia.
Dalam Komunike ke-48 Forum Pemimpin PIF, para pemimpin menegaskan
kerjasama konstruktif oleh negara-negara anggota PIF dengan Indonesia
dengan mencermati pemilihan umum dan hak azasi manusia di West Papua
serta meneruskan dialog dalam cara yang terbuka dan konstruktif.
Dalam wawancaranya dengan Island Sun setelah retreat para
pemimpin di Taumeasina Island Resort Apia, Samoa, Tozaka mengatakan
Kepulauan Solomon merasa senang isu West Papua disertakan dalam
komunike.
Menurut dia posisi West Papua tetap dalam prioritas utama Kepulauan
Solomon dan pemerintah akan terus berupaya mencari kemungkinan dialog
lainnya untuk membawa West Papua menjadi pendiskusian di level teratas.
Tozaka juga mengatakan Kepulauan Solomon merasa tambah gembira atas
dukungan Tonga dan Vanuatu, dalam mendorong isu West Papua ke meja
pembicaraan lebih lanjut selama pertemuan PIF.
Perlu lebih banyak dukungan
Walaupun isu West Papua sudah masuk ke dalam komunike, ia juga
menekankan hal itu masih cukup jauh dari pencapaian kemenangan sehingga
butuh lebih banyak dukungan.
Tozaka menjelaskan gerakan mendukung Pembebasan West Papua (Free West
Papua movement) semakin berkembang di banyak negeri di wilayah Pasifik,
namun jalan menuju Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) demi mengajukan
gagasan terkait West Papua sangat bergantung masing-masing negeri.
Menurutnya negeri-negeri Pasifik saat ini, yang sudah mendukung West
Papua, tidak punya kesempatan sebagai satu kolektif untuk maju ke PBB.
“Kami mencoba mendorongnya sebagai upaya kolektif terkait isu West
Papua ini, tetapi (respon) yang kami dapatkan adalah masing-masing
negeri yang dapat lakukan dialog dengan PBB,” ujar Tozaka.
Dia menegaskan, biar bagaimanapun isu West Papua kembali mendapatkan
momentum karena para pemimpin Pasifik telah menaruh suara mereka atas
isu tersebut di dalam komunike.
Terpisah, diansir RNZI Rabu (13/9/2017) Perdana Menteri Samoa
Tuilaepa Sailele Malielegaoi juga mempertahankan pembahasaan isu West
Papua di dalam komunike PIF ke-48.
Tuilaepa menolak jika dikatakan pembahasaan isu itu di komunike
terkesan kurang kuat. “Itu adalah pembahasaan terkuat yang bisa kami
rancang. Anda tentu tahu isu ini memang sangat sensitive,” ujarnya.
Sementara Menteri Luar Negeri Selandia Baru, Gerry Brownlee
mengindikasikan adanya keprihatinan di kawasan Pasifik terkait situasi
West Papua, dan menekankan pentingnya memelihara jalur-jalur komunikasi
tetap terbuka.
Menurut dia, keterlibatan dengan Jakarta menyangkut West Papua lebih dominan mengenai isu-isu hak azasi manusia.
"Tentu saja jika anda ingat Timor Leste juga dimulai dengan dialog
serupa dengan pemerintah Indonesia, dan saya rasa maksud sebenarnya
adalah tidak ada yang menghendaki persoalan ini meningkat menjadi
‘perang terbuka’,” ujarnya.(*)
Sumber : www.tabloidjubi.com
Comments
Post a Comment